Di sudut kafe tua;

Kesedihan bisa dihitung

Pada sebuah garis pembatas

Lalu menjadi satu dua tiga

Hingga enam puluh lapan

 

Aku sibuk menakar noda

Yang enggan terkena air hingga sore

Sedang engkau mengecap luka

Yang pedih, lebih dari enam puluh lapan

 

Sekeras apa kucoba,

aku gagal memeluk perihmu

di kafe tua, di sudut hatimu


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wajah Perawan di Orang-Orang Desa, dan Kita Masih Saja Tega

Apa kabar?

Yang Terserak