Cara Mendebat Kaum Open Minded yang Setengah-setengah di Twitter
Resensi atas Buku Tutorial Berpikir Benar untuk Pemula Karya Irwansyah Saputra
Buku
yang baru saja saya selesaikan ini merupakan buku yang tidak sengaja saya
temukan dalam sebuah postingan di Facebook, yang membahas tentang trading
illegal dan baru-baru ini begitu marak di Indonesia. Artikel pendek di facebook
tersebut juga dibagikan oleh akun bernama Irwansyah Saputra. Saya scroll
beberapa tulisan lain di berandanya, dan bertemulah saya dengan buku ini yang
dapat diunduh secara legal di website miliknya.
Di
awal-awal bab, pembaca sudah disuguhi oleh standar dan cara berpikir supaya mencapai
kesimpulan yang benar, termasuk perkara mempercayai orang lain, dan mempercayai
hal yang acap kali benar, tetapi salah tempat dan konteks. Teman-teman yang
memiliki background pesantren salaf atau pernah belajar ilmu mantiq rasanya
cukup se-frekuensi dengan buku ini. Saya sendiri walaupun sempat belajar satu
tahun ilmu mantiq, rasanya masih cukup sulit untuk mengkontekstualkan bacaan
dalam kitab yang baku ke dalam case yang sehari-hari kita temui. Tetapi,
Saputra berhasil melakukannya.
Judul
yang saya letakkan pada artikel ini apakah terkesan cukup berani?
Sebenarnya
kegelisahan ini bermula dari tread yang sering saya baca di twitter, yang
menurut saya kok premis yang benar dapat
menghasilkan kesimpulan yang ngaco. Mari mulai dari persoalan Child Free yang
beberapa waktu lalu sempat memenuhi laman media massa kita. Ketika ada pasangan
yang memutuskan tidak ingin memiliki anak, respon warganet seharusnya berangkat
dari pertanyaan “Apakah agama dan negara membolehkan pilihan pasangan yang
tidak ingin memiliki keturunan?” jika jawabannya adalah “Ya” maka sudah
semestinya tidak perlu ada respon “kafir, musyrik, tidak mensyukuri nikmat,
liberal, feminis, dll” kepada mereka. Karena “Ya atau Tidak” menjadi jawaban
baku utama yang menjadi pegangan. Adapun hal-hal lain, misalnya dalil agama
mengenai anjuran berkeluarga dan memiliki keturunan, itu adalah hal yang beda
lagi.
Masuk
ke case kedua, yang sering sekali ada tread berulang dengan kisah berbeda,
yaitu mengenai keperawanan perempuan. Tread ini biasanya muncul sebagai respon
laki-laki yang menginginkan pasangan yang perawan, lalu warganet mulai
memberikan tanggapan beragam. “Definisi nikah hanya untuk vagina aja”
“Pernikahan kok tujuannya lubang” “Masih jaman yak nikah nanya keperawanan
orang?” “Laki-laki yang nakal tapi inginnya perempuan solehah” dan masih banyak
lagi respon serupa. Sebelum bicara lebih jauh mengenai kata “perawan” yang
telah mengalami pergeseran makna dan penerimaan, terlebih dahulu perlu
dianalisis awal mula tread ini muncul. Berangkat dari pertanyaan “Apakah
seorang laki-laki yang menginginkan pasangan perempuannya perawan itu salah?”
dan untuk pertanyaan “apakah” jawabannya hanya ada “ya atau tidak”. Kalau dalam
konteks pasangan yang diidamkan secara pribadi dan kriteria pribadi, tentu saja
ini tidak salah, karena toh yang menjalani hubungan pernikahan nanti adalah
dirinya. Lalu apakah pilihan si laki-laki untuk mencari pasangan yang masih
perawan dapat dikatakan tidak open minded?
Tentu saja tidak, kecuali ia menyebarkan dan mempengaruhi orang lain
untuk memilih pilihan yang sama dengannya. Yang ingin saya katakan adalah,
dunia twitter kita yang open minded dan setengah-setengah tidak peduli dengan
pendapat orang lain, bahwa open minded itu bukan bermakna mentabukan hal yang
faktual, melainkan dapat menerima
pendapat yang berbeda di luar pandangannya sendiri. Dan masih terkait
keperawanan dan keperjakaan, saya malah semakin melihat orang-orang mulai
menormalisasikan hal tersebut. Padahal, kalau kita tahu perbuatan itu tidak baik dilakukan sebelum menikah, maka simpan
baik-baiklah cerita tersebut, kubur, dan minta maaf pada diri sendiri dan
Tuhan.
Beberapa case yang saya sebutkan di atas merupakan contoh dari kecacatan
logika. Lebih lengkap, Saputra menerangkan ada lima belas bentuk kecacatan
logika, saya hanya menyebut nama jenisnya saja supaya artikel ini masih ringan untuk dibaca, silahkan
teman-teman browsing untuk tahu lebih lengkap penjelasan pada tiap-tiap
bagiannya. Pertama adalah Ad Hominem, lalu ada Argument from Consequences,
Strawman (Boneka Jerami), Appeal to Irrelevant Authority, Slippery Slop, Red
Herring, False Dichotomy, Tu Quoque, No True Scotman, Anecdotal, Personal
Incredulity, Burden of Proof, Appeal to Popularity, False Cause, dan Circular
Reasoning.
Bila memahami kelima belas kecacatan logika di atas dengan baik, saya
percaya kita akan terbebas dari belenggu orang-orang manipulatif, yang seakan
menampakkan hal yang benar, tetapi bisa jadi itu merupakan kesimpulan yang
salah.
Komentar
Posting Komentar