Bagaimana Menebus Dosa pada Waktu Orang Lain?
Malam ini saya sedang menonton film Fabricated City yang tayang di
bioskop tahun 2017. Di pertengahan film, hati saya rasanya mendidih ketika melihat
aktor utama dijebloskan ke penjara karena
kasus salah tangkap. Sang ibu yang linglung berusaha menjelaskan kepada siapa
saja bahwa anaknya tidak bersalah. Ketidakadilan ini tidak berhenti di sana
saja, karena kemudian di penjara pun si aktor disiksa oleh rekan-rekannya.
Lalu saya mencari data tentang kasus salah
tangkap yang ada di Indonesia, dan ternyata ribuan laporan masuk ke LBH tiap tahunnya.
Seperti 14 kasus yang ditangani oleh KontraS selama tahun 2011-2017 dengan 48 korban
salah tangkap. Masing-masing telah menjalani belasan tahunnya di penjara atas
kesalahan yang tidak pernah mereka lakukan.
Di sana ada peran polisi, pengacara, hakim, dan
tokoh-tokoh terkait. Bagaimana jika satu korban setiap malam berdoa atas
ketidakbahagian mereka, atas ketidakbahagiaan anak dan cucu mereka, bagaimana
jika korban seumur hidupnya mengutuk orang-orang yang tidak memberinya
keadilan, dan bagaimana jika korban sudah menyerah untuk hidup dan meminta Tuhan
agar mereka (tokoh-tokoh terkait) mati dalam seburuk-buruknya kematian?
Saya adalah orang yang sangat menghargai doa, dan
sampai hari ini saya memiliki keyakinan, bahwa Tuhan selalu menjawab doa selama
manusia berusaha. Tapi bagaimana jika korban seumur hidupnya konsisten untuk
mendoakan keburukan bagi mereka? Membayangkannya saja cukup membuat saya takut.
Tapi ya makhluk yang berbuat dosa atas waktu
orang lain itu namanya manusia, dan manusia jarang mengingat tubuhnya suatu
hari akan menjadi kerangka. Bagi mereka, satu korban hanyalah satu kasus yang
selesai mereka tangani. Kadang-kadang mereka juga mendapatkan promosi atas dosa
tersebut.
Polisi yang paling saya takuti selama ini adalah
polisi India, karena dalam film mereka selalu digambarkan membawa parang dan
tongkat untuk memukul pelaku. Ternyata di Indonesia pun polisi tidak gemulai
dan menyerahkan sepenuhnya putusan pada hukum, karena dalam banyak kasus,
korban salah tangkap disiksa oleh polisi dengan berbagai cara agar mengaku
bersalah. Dan ketahuilah, pengakuan bersalah dari tersangka dapat
memberatkannya di mata hukum. Kasus-kasus kekerasan ini dapat dengan mudah teman-teman
temukan di Internet. Melihat betapa banyaknya kasus kekerasan aparat dan kasus
salah tangkap, rasanya negara ini belum sepenuhnya berbenah menjadi negara
hukum yang melindungi masyarakat dan menghukum pelaku kejahatan. Lalu bagaiman
cara menebus dosa bagi waktu para korban?
Bagus Kutipany
BalasHapus