HIKIKOMORI




 

Cerbung EP 1 


22 Juli 2005

Aku memutuskan hiatus, tidak maksudku hanya mencobanya, Dua bulan. Minggu pertama pintu kamarku rusak dilabrak bapak, Ibu juga tidak membantu banyak. Adik perempuanku hanya lewat dengan pandangan kasihan, sinis dan jijik juga bercampur di matanya. Aku bergeming, memandang meja belajar kosong tanpa nyawa, tak menanggapi tinju bapak yang terlampau banyak membiru di kulitku. Tentu sakit, tapi masih tak seburuk itu di dalam kamar.

Minggu kedua Ibu berbaik-baik padaku, menjanjikan sepeda motor jika aku mau kembali sekolah. “memangnya sepeda motor bisa menyelesaikan neraka ini?” Aku memikirkan itu sambil melihat kosong ke mata Ibu. Alih-alih mengajakku keluar kamar, mengapa mereka tidak mencoba mengerti? Aku hanya tidak suka manusia, itu saja.

15 Agustus 2005

 “Ada masalah apa putra saya dengan sekolah pak? Mengapa dia tidak mau masuk sekolah dan terus mengurung dirinya di kamar?”

 “Saya sudah mencoba berbicara dengan teman-teman sekelasnya, namun mereka mengatakan tidak ada siswa yang bermasalah dengannya.” Guru berusia setengah abad ini menjawab dengan hati-hati.

 “Apa anda yakin ini bukan tentang pembullian? Mana bisa anda percaya begitu saja perkataan mereka!” sahut Ibu Dika yakin.

 “hmmm... begini Ibu, bapak, saya mengerti mengapa siswa-siswa saya berkata demikian, Dika terlalu pendiam di antara teman-temannya, bahkan saya sangat jarang mendengar suaranya di kelas, juga saya tidak pernah mendengar Dika tertawa dengan teman-temannya. Jadi apa ada alasan anak-anak membulli Dika? Dia siswa pendiam yang pintar, itu saja.”

 “Saya akan menuntut sekolah ini jika ternyata anak saya menjadi korban kekerasan sekolah.” orangtua Dika membanting meja sebelum akhirnya keluar dari ruangan guru dengan kasar.

12 Oktober 2001

 “Dika, bergabunglah dengan olimpiade matematika atau fisika di sekolah, itu bagus sebagai portopolio beasiswa sekolah kedokterakanmu nanti!” kata bapak memecah keheningan meja makan.

 “Iya pak” jawabku lesu

 “Mungkin kamu juga bisa mencoba les komputer, konsultan pendidikan yang ibu datangi minggu lalu mengatakan bahwa kedepannya dunia ini akan dikuasai oleh tenaga IT dan komputer.”

 “Bagus juga bu, kantongi dulu beberapa tempat les bagus!” bapak buru-buru mengamini perkataan Ibu.

 “Dan yang terpenting pertahankan rangking ya nak! Ibu sama bapak sudah sangat bangga orang-orang memuji keluarga kita yang baik dalam pendidikan.” Ibu tersenyum tanpa bertanya pendapatku.

Bersambung

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wajah Perawan di Orang-Orang Desa, dan Kita Masih Saja Tega

Apa kabar?

Yang Terserak